Thursday, August 7, 2008

KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM(2)
Tatkala Islam datang, dihapuslah penindasan terhadap wanita. Islam datang untuk
memanusiakan wanita. Allah berfirman:

“Hai segenap manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang
perempuan.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Allah juga menyebutkan, bahwa pada prinsip kemanusiaan, wanita adalah mitra lelaki,
sebagaimana ia sama dengan lelaki dalam hal perolehan pahala dan siksa atas suatu perbuatan.
Allah berfirman:

“Barangsiapa yang melakukan amal shaleh, baik lelaki maupun perempuan, sedang ia beriman, maka sesungguhnya Kami akan mengaruniakan kepadanya kehidupan yang baik, dan Kami pun
benar-benar akan menganugerahi mereka balasan dengan pahala yang terbaik dari apa yang telah mereka lakukan.” (QS. An-Nahl: 97).
Allah berfirman:

“(Setelah manusia menyanggupi untuk memikul amanah itu, namun ia melakukan tindak kezhaliman dan kebodohan), karenanya Allah mengazab orang-orang munafik lelaki dan perempuan dan orang-orang musyrik lelaki dan perempuan, dan Allah menerima taubat orang-orang mu’min lelaki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Ahzab: 73).


Allah mengharamkan menjadikan wanita sebagai harta benda milik suami yang, jika suami itu
mati, dapat diwarisi sebagaimana halnya harta benda yang lain. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu, dengan paksa, mempusakai wanita1. (QS. An-Nisa’: 19)
Allah menjamin independensi kepribadian wanita. Dijadikannya ia pewaris, bukan benda yang
dapat diwarisi. Dia tentukan untuknya bagian tertentu dalam mewarisi harta kerabatnya. Allah
berfirman:
1 Dalam adat Jahiliyyah, jika seorang lelaki meninggal dunia, maka anak lelaki sulungnya dapat mewarisi janda ayahnya itu (yang bukan ibu kandungnya). Ia bebas menentukan, untuk mengawininya atau untuk mengawinkannya dengan orang lain yang maharnya menjadi
milik lelaki itu, atau membiarkannya dan melarangnya kawin lagi.
10
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan bapak-ibu dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut hak bagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisa’: 7)
Allah berfirman:
“Allah mensyari’atkan bagi kamu tentang (pembagian harta waris untuk) anak-anakmu. Yaitu:
hak bagian seorang anak lelaki sama dengan hak bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.” (QS. An-Nisa' : 11)
Demikian selanjutnya tentang hak waris wanita: baik itu ibu atau anak atau saudara kandung perempuan atau isteri. Dalam hal mempersunting wanita, Allah membatasi dibolehkannya memperisteri wanita hanya empat, sebagai batas maksimal, dengan syarat memperlakukannya secara adil seoptimal mungkin dan mewajibkan menggauli mereka secara ma’ruf (baik menurut Agama). Allah berfirman:

“Dan pergaulilah mereka (isteri-isterimu) secara ma’ruf (baik menurut Agama).” (QS. An-Nisa’: 19)
Allah menjadikan mahar (maskawin) sebagai hak isteri dan memerintahkan untuk diberikan
kepadanya secara penuh, kecuali jika ia, dengan lapang dada, merelakan sebahagiannya. Allah
berfirman:
“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib. Lalu, jika mereka, dengan senang hati, merelakan untuk kamu sebahagian dari mahar itu, maka makanlah dari pemberian itu yang ia adalah makanan yang enak lagi baik (sehat).” (QS. An-Nisa’: 4).
Allah juga menjadikan wanita di rumah suaminya sebagai orang yang memiliki hak
memimpin, memerintah, melarang dan sekaligus menjadi ratu yang harus ditaati anak-anaknya.
Rasulullah  bersabda:
“Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang yang dipimpinnya.”
Allah juga mewajibkan atas suami agar memberi nafkah dan pakaian untuk isterinya secara ma’ruf (baik menurut Agama).

0 comments: